Lindungi Perajin, Cegah Arak Gula dan Oplosan
Perajin Arak Rasakan Manfaat Pergub Bali No. 1/ 2020
Dengan Pergub Bali ini, pemanfaatan minuman fermentasi dan telah dijadikan daya tarik wisata Karangasem ini, makin menjadi sumber daya ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan krama.
AMLAPURA, NusaBali
Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan atau Destinasi Khas Bali, makin terbukti bermanfaat untuk ribuan perajin arak di Bali, khususnya Kabupaten Karangasem. Setidaknya para perajin minuman tradisional Bali beralkohol ini merasa dilindungi secara hekum.
Selain itu, perajin terjauhkan dari praktik produksen arak gula pasir dan arak oplosan. Keberadaan arak gula selama ini sangat merugikan perajin arak tradisional yang asli. Sebab, dari segi harga, arak hasil fermentasi bercampur gula pasir jauh lebih murah, sekitar Rp 10.000 - Rp 15.000 per botol (600 ml). Sedangkan arak tradisional (asli) dengan harga Rp 25.000 – Rp 30.000 per botol (600 ml). Akibatnya, arak tradisional asli sangat kalah bersaing di pasaran dengan arak oplosan.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan arangasem I Wayan Sutrisna mengatakan, munculnya perlindungan untuk perajin arak yang diatur dengan Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020, menjadikan seribuan perajin arak di Karangasem kembali bergairah. Dengan Pergub Bali ini, pemanfaatan minuman fermentasi dan telah dijadikan daya tarik wisata Karangasem ini, makin menjadi sumber daya ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan krama. Pergub ini pula mengatur pemberdayaan perajin arak, mewujudkan tata kelola bahan baku, produksi, distribusi, pengendalian dan pengawasan minuman fermentasi. Juga telah dibangun standarisasi produksi untuk menjamin keamanan dan legalitas produk minuman fermentasi.
Ddanya perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan kemitraan usaha, promosi, pembinaan dan pengawasan.
Di samping juga bagi penjual, telah diatur wajib memiliki SIUPMB (surat izin usaha perdagangan minuman beralkohol) dan NIB (nomor induk berusaha), memiliki izin edar, pita cukai, label, harga dan kemasan. Adanya ketentuan ketat seperti itu, sehingga produk arak gula pasir, mulai tersingkir. Begitu juga produk oplosan, yang sebelumnya oknumnya hingga dimejahijaukan.
"Sejak Pergub Bali Nomor 01 tahun 2020 diberlakukan, produksi arak gula pasir, otomatis berkurang, karena itu merupakan produk ilegal. Sebab jika ketahuan, ada sanksi pidana," kata Wayan Sutrisna di Amlapura, Karangasem, Sabtu (3/7) lalu.
Hanya saja, jelas dia, Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020, belum optimal disosialisasikan. Rencananya menggelar sosialisasi ke sejumlah perajin arak dan pengepul, dari Disperindag Provinsi Bali bersama Disperindag Karangasem, Senin (5/7), Namun rencana itu terbentur pemberlakuan PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) Darurat 3 - 20 Juli 2021. Sehingga untuk mengoptimalkan sosialisasi belum bisa dilaksanakan. Padahal sosialisasi sangat penting agar Pergub diketahui masyarakat, terutama oleh perajin, pengepul, dan penjual arak. Dalam pergub itu diatur, tata cara memproduksi agar menghasilkan produksi berkualitas, tata cara menjual, ada regulasinya, dan bentuk pengawasan yang dilakukan pemerintah.
Wayan Sutrisna menyebutkan, teknis penjualan arak Bali, mesti dilakukan oleh badan usaha yang berizin, memiliki SIUPMB (surat izin usaha penjualan minuman beralkohol), NIB (nomor induk barang), punya izin edar, ada pita cukai, label, dan dikemas apik. Selama ini, di Karangasem baru ada tiga perusahaan yang telah mengantongi izin edar arak Bali. Sehingga perajin arak Bali, mestinya memasarkan hasil produksinya, hanya ditampung tiga pengusaha itu, belum bisa sembarangan menjual produksi arak Bali walau ada Pergub Bali.
Maka dari itu, perajin arak Bali mesti menjalani kerjasama dengan perusahaan yang berizin. "Jangan sampai perajin juga bertindak sebagai penjual secara bebas. Jika itu ketahuan oleh petugas penegak hukum, bisa diproses, karena tidak mengantongi SIUPMB," katanya.
Papar dia, mengingat arak Bali merupakan produk tradisional, sehingga di tingkat produksi tidak perlu izin. Setelah setahun diberlakukan Pergub Bali, belum ada pengaruhnya menyangkut pertumbuhan perajin arak Bali di Karangasem. *k16
Selain itu, perajin terjauhkan dari praktik produksen arak gula pasir dan arak oplosan. Keberadaan arak gula selama ini sangat merugikan perajin arak tradisional yang asli. Sebab, dari segi harga, arak hasil fermentasi bercampur gula pasir jauh lebih murah, sekitar Rp 10.000 - Rp 15.000 per botol (600 ml). Sedangkan arak tradisional (asli) dengan harga Rp 25.000 – Rp 30.000 per botol (600 ml). Akibatnya, arak tradisional asli sangat kalah bersaing di pasaran dengan arak oplosan.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan arangasem I Wayan Sutrisna mengatakan, munculnya perlindungan untuk perajin arak yang diatur dengan Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020, menjadikan seribuan perajin arak di Karangasem kembali bergairah. Dengan Pergub Bali ini, pemanfaatan minuman fermentasi dan telah dijadikan daya tarik wisata Karangasem ini, makin menjadi sumber daya ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan krama. Pergub ini pula mengatur pemberdayaan perajin arak, mewujudkan tata kelola bahan baku, produksi, distribusi, pengendalian dan pengawasan minuman fermentasi. Juga telah dibangun standarisasi produksi untuk menjamin keamanan dan legalitas produk minuman fermentasi.
Ddanya perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan kemitraan usaha, promosi, pembinaan dan pengawasan.
Di samping juga bagi penjual, telah diatur wajib memiliki SIUPMB (surat izin usaha perdagangan minuman beralkohol) dan NIB (nomor induk berusaha), memiliki izin edar, pita cukai, label, harga dan kemasan. Adanya ketentuan ketat seperti itu, sehingga produk arak gula pasir, mulai tersingkir. Begitu juga produk oplosan, yang sebelumnya oknumnya hingga dimejahijaukan.
"Sejak Pergub Bali Nomor 01 tahun 2020 diberlakukan, produksi arak gula pasir, otomatis berkurang, karena itu merupakan produk ilegal. Sebab jika ketahuan, ada sanksi pidana," kata Wayan Sutrisna di Amlapura, Karangasem, Sabtu (3/7) lalu.
Hanya saja, jelas dia, Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020, belum optimal disosialisasikan. Rencananya menggelar sosialisasi ke sejumlah perajin arak dan pengepul, dari Disperindag Provinsi Bali bersama Disperindag Karangasem, Senin (5/7), Namun rencana itu terbentur pemberlakuan PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) Darurat 3 - 20 Juli 2021. Sehingga untuk mengoptimalkan sosialisasi belum bisa dilaksanakan. Padahal sosialisasi sangat penting agar Pergub diketahui masyarakat, terutama oleh perajin, pengepul, dan penjual arak. Dalam pergub itu diatur, tata cara memproduksi agar menghasilkan produksi berkualitas, tata cara menjual, ada regulasinya, dan bentuk pengawasan yang dilakukan pemerintah.
Wayan Sutrisna menyebutkan, teknis penjualan arak Bali, mesti dilakukan oleh badan usaha yang berizin, memiliki SIUPMB (surat izin usaha penjualan minuman beralkohol), NIB (nomor induk barang), punya izin edar, ada pita cukai, label, dan dikemas apik. Selama ini, di Karangasem baru ada tiga perusahaan yang telah mengantongi izin edar arak Bali. Sehingga perajin arak Bali, mestinya memasarkan hasil produksinya, hanya ditampung tiga pengusaha itu, belum bisa sembarangan menjual produksi arak Bali walau ada Pergub Bali.
Maka dari itu, perajin arak Bali mesti menjalani kerjasama dengan perusahaan yang berizin. "Jangan sampai perajin juga bertindak sebagai penjual secara bebas. Jika itu ketahuan oleh petugas penegak hukum, bisa diproses, karena tidak mengantongi SIUPMB," katanya.
Papar dia, mengingat arak Bali merupakan produk tradisional, sehingga di tingkat produksi tidak perlu izin. Setelah setahun diberlakukan Pergub Bali, belum ada pengaruhnya menyangkut pertumbuhan perajin arak Bali di Karangasem. *k16
1
Komentar