Pedagang Non Esensial di Klungkung Menjerit
SEMARAPURA, NusaBali.com - Diberlakukannya larangan pelaksanaan kegiatan pada sektor non esensial membuat para pelaku usaha menjerit.
Pasalnya, tanpa membuka usaha bukan berarti pemenuhan kebutuhan sehari-hari bisa terjawab. Seperti yang dialami oleh para pelaku usaha atau pedagang di Semarapura, Kabupaten Klungkung. Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 10 Tahun 2021 membuat pemilik usaha yang bergerak di bidang non esensial seperti toko kain, busana, handphone, perhiasan kelimpungan. Apalagi PPKM Darurat masih berlangsung hingga Selasa (20/7/2021) pekan depan, dan bahkan ada wacana dari pemerintah pusat untuk memperpanjang hingga menjadi enam pekan.
“Bisa mati kami. Bukan karena corona, tapi karena kelaparan kalau tidak bisa berdagang,” sergah pedagang di kawasan Pertokoan Jalan Diponegoro Semarapura, Kabupaten Klungkung, Selasa (13/7/2021).
Para pelaku usaha mengaku cukup berat karena harus kehilangan pendapatan hampir 10 hari karena toko diminta tutup total. “Pegawai terpaksa harus dirumahkan,” kata salah seorang pedagang perhiasan di kawasan yang sama.
Pedagang perhiasan ini pun mengaku jika sektor yang digeluti adalah non esensial, bukan makanan, minuman, obat-obatan, atau sektor kritikal seperti sarana upakara. “Masalahnya penerapan aturan ini tidak merata. Yang mendapat peringatan keras hanya pedagang di kompleks pertokoan Jalan Diponegoro Klungkung, sedangkan toko-toko di dalam Pasar Seni Klungkung masih dibiarkan beroperasi, padahal bidang usahanya sama,” sorotnya.
Terobosan jual-beli secara online diakui sudah dilaksanakan. “Tapi katanya tidak boleh memperkerjakan tenaga kerja, padahal transaksi online juga butuh tenaga kerja untuk memperlancar transaksi,” ujarnya.
Untuk itu, pedagang perhiasan ini meminta diberi kelonggaran. “Kami sih minta sedikit kelonggaran, dalam artian boleh melakukan transaksi online di toko dengan mempekerjakan pegawai, karena kasihan para pegawai juga butuh makan. Tanpa hasil di toko, bagaimana saya bisa membayar pegawai?,” tanyanya.
Pusingnya harus menutup toko juga diungkapkan oleh Aminah, pemilik toko pakaian jadi di pusat Kota Semarapura. Perempuan paruh baya ini berharap ada kelonggaran bagi para pedagang baju seperti dirinya.
“Harapannya bisa buka pintu toko. Sekarang kita mau makan apa, apalagi dalam situasi seperti ini,” kata Aminah lemas.
Kritisi pemberlakuan penutupan bagi sektor non esensial juga dikeluhi oleh salah satu pedagang kain di kawasan Gelgel Klungkung. “Kalau tujuannya untuk mengurangi penyebaran Covid-19, saya setuju. Saya mendukung apa yang dilakukan pemerintah. Tapi apakah toko kain seperti punya saya ini juga harus ditutup total,” kata pedagang yang sudah belasan tahun berjualan ini.
Pedagang kain ini pun mengakui usaha yang dilakukan bukan esensial, namun dia menyatakan selalu menerapkan protokol kesehatan (prokes). “Toko kain saya kan tidak seperti toko-toko lain. Pengunjung toko kain kan juga tidak seberapa, tidak sampai terjadi kerumunan. Masa sih harus juga ditutup,” tanyanya.
Tapi pedagang di Gelgel ini menyatakan mematuhi apa yang digariskan oleh SE Gubernur Bali Nomor 10 Tahun 2021 tersebut. Kendati belum didatangi petugas, dengan penuh kerelaan dilakukan penutupan tokonya.
“Asalkan semua (pedagang non esensial) ya harus tutup juga, supaya adil. Hal ini juga agar mencegah apa yang dilakukan toko yang buka tidak diikuti oleh toko-toko lainnya,” usul pedagang kain yang juga melayani penjualan secara online sejak sebelum pandemi ini. *tja
Komentar