Hotel dan Villa Terancam Jadi 'Rumah Hantu'
Dihajar pandemi, tidak ada biaya untuk perawatan terhadap semua fasilitas hotel
DENPASAR,NusaBali
Hotel-hotel , vila dan akomodasi lain di Bali terancam ‘ menjadi ‘ rumah hantu’. Hal itu karena belum tuntasnya pandemi Covid-19, yang sudah berlangsung 1,5 tahun. Akibatnya banyak hotel yang tutup alias tidak beroperasi, karena tidak ada tamu atau wisatawan yang menginap. Apalagi setelah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sejak 3 Juli lalu.
Kalangan praktisi perhotelan menyatakan ada berbagai fasilitas dan peralatan perhotelan yang terancam rusak jika terus menerus hotel tidak beroperasi. Diantaranya AC, peralatan kitchen atau dapur, pipa, sampai kolam dan lainnya. “Apalagi kalau AC-nya sentral,” ujar I Nyoman Astama, mantan Ketua DPD Indonesia Hotel General Manager Association (IHGMA)Bali.
Demikian juga dengan peralatan kitchen, sampai kolam renang. “Merawat kolam renang juga berat,” ujar Astama.
Apalagi jika kolamnya luas. Jika tak dirawat secara teratur, Astama memastikan kolam akan mengalami kerusakan. Warna air kolam akan berubah, bisa hijau atau warna keruh lainnya. “Tentu juga kerusakan interior dan eksterior jelas akan terjadi jika hotel lama tidak beroperasi,” ucap Astama.
Untuk perbaikannya tentu butuh biaya. Di pihak lain hotel maupun usaha lainnya, hampir tidak ada income sejak pandemi. “Sempat ada perbaikan okupansi pada Mei-Juni, namun kembali sepi setelah PPKM Darurat,” ujar Astama.
Memang pada akhirnya kembali pada komitmen dan kemampuan owner. Justru hal itulah yang sangat sulit saat ini. Pariwisata kolaps, tidak ada tamu atau wisatawan otomatis tidak ada pendapatan bagi hotel, villa dan akomodasi lainnya.
“Jelas sulit untuk melakukan maintenance, karena butuh biaya. Sementara tidak ada pemasukan karena hotel tutup,” ujar Astama.
Wakil Ketua BPD PHRI Bali I Gusti Ngurah Agung Rai Suryawijaya atau Rai Suryawijaya membenarkan ancaman kerusakan yang terjadi pada hotel dan peralatannya karena kurang perawatan akibat lama tidak beroperasi.
“Hotel itu kan memang harus dirawat,” ujar Rai Suryawijaya yang juga Ketua PHRI Kabupaten Badung.
Perawatan itu mulai dari building atau bangunannya, peralatan seperti furniture, garden dan komponen lainnya. Apabila hotel beroperasi, otomatis pemeliharaan dan perawatan berlangsung. Namun karena pandemi Covid-19, banyak yang tutup.
“Sebelumnya kan sudah ada kunjungan, okupansi juga sudah membaik. Karyawan sudah bekerja pula,” lanjutnya.
Namun setelah PPKM Darurat, kunjungan wisatawan ke Bali kembali ke titik nadir. Dari 9.000 hingga mendekati 10.000 ribu per hari, kini hanya 1.000 orang saja. “ Banyak hotel yang tutup kembali,” ujarnya. Karena kalau memaksakan buka, akan merugi. “Bayangkan, kunjungan hanya 1.000 sedang jumlah kamar lebih dari 146 ribu,” jelasnya.
Kata Rai Suryawijaya, ini merupakan masalah yang sangat berat bagi industri pariwisata, khususnya hotel. Tidak ada income, tentu saja tidak ada biaya untuk pemeliharaan. Karena itulah, Rai Suryawijaya berharap pemerintah mengucurkan soft loan untuk membantu industri, dalam rangka persiapan operasional. Termasuk perawatan hotel itu sendiri, di masa pandemi ini.
Rai Suryawijaya berharap tidak ada lagi perpanjangan PPKM Darurat, sehingga pariwisata bisa membaik kembali. “Kalau dipaksakan dibuka juga sekarang juga berisiko, karena pandemi Covid-19 sedang melonjak,” ujarnya. Terutama dari kota-kota di luar Bali yang selama ini menjadi salah satu sumber wisatawan Bali.
Rai berharap semua pihak mesti mematuhi protokol kesehatan(prokes) sehingga laju kasus positif pandemi Covid-19 segera bisa ditekan dan menurun. *k17
Kalangan praktisi perhotelan menyatakan ada berbagai fasilitas dan peralatan perhotelan yang terancam rusak jika terus menerus hotel tidak beroperasi. Diantaranya AC, peralatan kitchen atau dapur, pipa, sampai kolam dan lainnya. “Apalagi kalau AC-nya sentral,” ujar I Nyoman Astama, mantan Ketua DPD Indonesia Hotel General Manager Association (IHGMA)Bali.
Demikian juga dengan peralatan kitchen, sampai kolam renang. “Merawat kolam renang juga berat,” ujar Astama.
Apalagi jika kolamnya luas. Jika tak dirawat secara teratur, Astama memastikan kolam akan mengalami kerusakan. Warna air kolam akan berubah, bisa hijau atau warna keruh lainnya. “Tentu juga kerusakan interior dan eksterior jelas akan terjadi jika hotel lama tidak beroperasi,” ucap Astama.
Untuk perbaikannya tentu butuh biaya. Di pihak lain hotel maupun usaha lainnya, hampir tidak ada income sejak pandemi. “Sempat ada perbaikan okupansi pada Mei-Juni, namun kembali sepi setelah PPKM Darurat,” ujar Astama.
Memang pada akhirnya kembali pada komitmen dan kemampuan owner. Justru hal itulah yang sangat sulit saat ini. Pariwisata kolaps, tidak ada tamu atau wisatawan otomatis tidak ada pendapatan bagi hotel, villa dan akomodasi lainnya.
“Jelas sulit untuk melakukan maintenance, karena butuh biaya. Sementara tidak ada pemasukan karena hotel tutup,” ujar Astama.
Wakil Ketua BPD PHRI Bali I Gusti Ngurah Agung Rai Suryawijaya atau Rai Suryawijaya membenarkan ancaman kerusakan yang terjadi pada hotel dan peralatannya karena kurang perawatan akibat lama tidak beroperasi.
“Hotel itu kan memang harus dirawat,” ujar Rai Suryawijaya yang juga Ketua PHRI Kabupaten Badung.
Perawatan itu mulai dari building atau bangunannya, peralatan seperti furniture, garden dan komponen lainnya. Apabila hotel beroperasi, otomatis pemeliharaan dan perawatan berlangsung. Namun karena pandemi Covid-19, banyak yang tutup.
“Sebelumnya kan sudah ada kunjungan, okupansi juga sudah membaik. Karyawan sudah bekerja pula,” lanjutnya.
Namun setelah PPKM Darurat, kunjungan wisatawan ke Bali kembali ke titik nadir. Dari 9.000 hingga mendekati 10.000 ribu per hari, kini hanya 1.000 orang saja. “ Banyak hotel yang tutup kembali,” ujarnya. Karena kalau memaksakan buka, akan merugi. “Bayangkan, kunjungan hanya 1.000 sedang jumlah kamar lebih dari 146 ribu,” jelasnya.
Kata Rai Suryawijaya, ini merupakan masalah yang sangat berat bagi industri pariwisata, khususnya hotel. Tidak ada income, tentu saja tidak ada biaya untuk pemeliharaan. Karena itulah, Rai Suryawijaya berharap pemerintah mengucurkan soft loan untuk membantu industri, dalam rangka persiapan operasional. Termasuk perawatan hotel itu sendiri, di masa pandemi ini.
Rai Suryawijaya berharap tidak ada lagi perpanjangan PPKM Darurat, sehingga pariwisata bisa membaik kembali. “Kalau dipaksakan dibuka juga sekarang juga berisiko, karena pandemi Covid-19 sedang melonjak,” ujarnya. Terutama dari kota-kota di luar Bali yang selama ini menjadi salah satu sumber wisatawan Bali.
Rai berharap semua pihak mesti mematuhi protokol kesehatan(prokes) sehingga laju kasus positif pandemi Covid-19 segera bisa ditekan dan menurun. *k17
1
Komentar