Nasi Taku Sukawati, Pertahankan Ciri Khas Hingga Generasi Keempat
GIANYAR, NusaBali
Di Banjar Gelulung, Desa/Kecamatan Sukawati, Gianyar, ada warung makan Nasi Taku (tahu,Red) yang jadi warung khas di desa setempat.
Warung makan legendaris ini milik I Wayan Budiana,60. Uniknya, warung ini bertahan hingga pemilik warung generasi keempat kini, sejak era takun 1960an.
Warung makan ini makin punya nama karena cita rasa dan tampilannya tetap dipertahankan pengelolanya. Menu utama yakni Taku, kerupuk Taku, sayur urab, dan tiga sambal. Lokasi jualannya tetap sama sejak warung berdiri, yakni di depan dapur rumah I Wayan Budiana,60, Banjar Gelulung, Desa/Kecamatan Sukawati. Pelanggan biasanya langsung makan di Bale Delod maupun Bale Dangin rumah setempat.
Nasi Taku ini termasuk kuliner legendaris paling dicari. Mulai masyarakat lokal hingga pecinta kuliner kepincut dengan rasa khas sambalnya. Hanya saja semenjak pandemi Covid-19, daya beli masyarakat menurun. "Situasi begini agak sepi. Tapi, astungkara tetap ada yang datang," jelas penerus generasi keempat pasangan suami istri I Wayan Budiana - Ni Wayan Murni, kepada NusaBali, Kamis (15/7).
Satu porsi Nasi Taku dihargai Rp 10.000 - Rp 15.000, tergantung permintaan. Satu porsi terdiri dari nasi, taku goreng, krupuk taku, sayur urab, beberapa jenis sambal, dan taburan bawang goreng diatas nasi. "Sambalnya ada sambal mentah, sambal sela (ubi), ada sambal cabai juga," ujar Ni Wayan Murni.
Sambal dengan cita rasa yang unik dan pedas ini lah yang membuat Nasi Taku ini senantiasa dicintai para penggemarnya. Sambal dibuat tidak menggunakan alat penghalus, namun langsung diulek pada cobek. Para pelanggan rela datang dari desa jauh-jauh ke Sukawati, hanya untuk seporsi Nasi Taku. Apalagi seporsi Nasi Taku ini disajikan menggunakan tekor daun pisang dan dinikmati menggunakan tangan alias tidak menggunakan sendok.
Para pelanggan pun bisa menikmati Nasi Taku ini dengan duduk lesehan di selasar rumah Murni. Pelanggan layaknya menikmati makanan di rumah sendiri. Wayan Murni dibantu suaminya I Wayan Budiana,60, berjualan di dapur khas Bali miliknya lengkap dengan Cangkem Puwaregan atau tungku masak kayu bakar. "Masaknya langsung disini pakai kayu bakar. Kayunya dari kayu pohon kopi, semua masih tradisional," imbuhnya.
Menurut Murni, Nasi Taku sudah ada sejak takun 1960 di Pasar Umum Sukawati dan mampu bertahan hingga saat ini. Setiap hari, Nasi Taku ini buka mulai pukul 07.00 Wita sampai habis. "Banyak yang beli untuk sarapan, tapi pas jam istirahat kantor juga ramai," jelasnya. Minuman pendamping nasi Taku juga khas yakni es gula dari lelehan gula pasir. *nvi
1
Komentar