KPPAD Bali: Setop Libatkan Anak Dalam Konten Negatif
DENPASAR, NusaBali.com - Bertepatan dengan Hari Anak Nasional tanggal 23 Juli 2021, Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali meminta masyarakat untuk tidak mengeksploitasi anak dalam pembuatan konten di media sosial (YouTube), apalagi konten yang bersifat negatif.
“Belakangan ini banyak anak-anak yang memerankan konten di medsos, bahkan konten yang menyimpang dari norma masyarakat,” ujar Ketua KPPAD Provinsi Bali, AA Sagung Anie Asmoro, saat ditemui di kantor KPPAD Provinsi Bali, Jalan Cok Agung Tresna Nomor 57, Denpasar, Jumat (23/7/2021).
Ia mencontohkan konten yang belakangan viral di media sosial yang diperankan oleh anak-anak. Dalam konten yang seluruhnya diperankan anak-anak tersebut, terdapat adegan seorang anak laki-laki meminta seorang anak perempuan untuk melepas celana dalamnya supaya dapat digunakan sebagai masker oleh anak laki-laki tersebut. Anak perempuan tersebut bersedia melepas celana dalamnya dan si anak laki-laki menggunakannya sebagai masker agar dapat melewati penjagaan polisi. Kemudian muncul latar suara orang tertawa dalam video tersebut.
Menurut Anie Asmoro, hal ini sudah kelewatan dan jauh menyimpang dari norma masyarakat Bali dan Indonesia pada umumnya. Ia berharap masyarakat dapat membuat konten yang lebih positif dalam artian mendidik, konten tentang tradisi budaya Bali misalnya. Ia pun tidak mempermasalahkan anak-anak turut dilibatkan dalam memerankan sebuah konten, namun ia mengingatkan konten tersebut haruslah mendidik. “Tidak masalah konten itu lucu, tetapi buatlah yang mendidik,” tegasnya.
Ia mengatakan, pergeseran tatanan nilai ini sangat mungkin terjadi sebagai bagian integral dari kebebasan akses informasi dan komunikasi yang tanpa batas umur, jarak, dan waktu. “Awalnya hal yang ditabukan menjadi tidak tabu lagi, hal yang sakral menjadi provan, hal yang serius dijadikan lelucon, hal yang tidak ada menjadi nyata, dan sebagainya,” ujarnya lirih.
Ia menambahkan adalah menjadi permasalahan serius ketika maraknya konten-konten YouTube dan media sosial mengunggah konten yang mengandung unsur kekerasan, pornografi, perjudian, dan hujatan kebencian, melibatkan anak-anak di bawah umur. Dan ia pun yakin, dengan era teknologi saat ini, anak-anak dapat dengan mudah mengakses konten-konten negatif tersebut.
“Sangat disayangkan, apapun motivasi dan tujuannya, kreatifitas pembuat konten, sadar atau tidak, mereka (pembuat konten) telah mengeksploitasi anak, menjerumuskan anak-anak dalam pergaulan yang tidak ramah dan mencederai psikologi dalam tumbuh kembang anak,” ujar Anie Asmoro.
Mantan anggota DPRD Bali ini menambahkan kreativitas semacam ini bertentangan dengan semangat perlindungan anak, prinsip-prinsip perlindungan anak, nilai budaya dan kearifan lokal, dan sudah tentu melanggar hukum terkait ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Maka dari itu, dalam konteks ini, juga dalam momentum hari anak nasional, KPPAD Provinsi Bali bersama KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) Provinsi Bali, dan menggandeng Majelis Desa Adat (MDA) Bali, serta TP PKK Provinsi Bali, akan menggelar Focus Group Discussion (FGD) guna membahas perlindungan anak dalam perspektif konten di media sosial.
FGD tersebut rencananya akan dilangsungkan secara daring pada Senin (26/7/2021) dengan mengangkat tema ‘Sinergi Edukasi Perlindungan Anak dan Adat Budaya Bali dalam Perspektif Konten Youtube dan Media Sosial’.
Menurut Anie Asmoro, TP PKK penting untuk dilibatkan mengingat jaringan PKK sangat luas sampai ke desa-desa, sehingga diharapkan kampanye perlindungan anak akan sampai kepada masyarakat luas hingga unit terkecil keluarga.
Sementara itu selain beberapa lembaga tersebut, Anie Asmoro mengatakan tentu pihaknya juga mengundang perwakilan dari penggiat media sosial di Bali, dalam hal ini adalah pegiat medsos Puja Astawa. “Ya sebagai perwakilan (penggiat konten medsos), kami mengundang Puja Astawa,” pungkasnya. *adi
Ia mencontohkan konten yang belakangan viral di media sosial yang diperankan oleh anak-anak. Dalam konten yang seluruhnya diperankan anak-anak tersebut, terdapat adegan seorang anak laki-laki meminta seorang anak perempuan untuk melepas celana dalamnya supaya dapat digunakan sebagai masker oleh anak laki-laki tersebut. Anak perempuan tersebut bersedia melepas celana dalamnya dan si anak laki-laki menggunakannya sebagai masker agar dapat melewati penjagaan polisi. Kemudian muncul latar suara orang tertawa dalam video tersebut.
Menurut Anie Asmoro, hal ini sudah kelewatan dan jauh menyimpang dari norma masyarakat Bali dan Indonesia pada umumnya. Ia berharap masyarakat dapat membuat konten yang lebih positif dalam artian mendidik, konten tentang tradisi budaya Bali misalnya. Ia pun tidak mempermasalahkan anak-anak turut dilibatkan dalam memerankan sebuah konten, namun ia mengingatkan konten tersebut haruslah mendidik. “Tidak masalah konten itu lucu, tetapi buatlah yang mendidik,” tegasnya.
Ia mengatakan, pergeseran tatanan nilai ini sangat mungkin terjadi sebagai bagian integral dari kebebasan akses informasi dan komunikasi yang tanpa batas umur, jarak, dan waktu. “Awalnya hal yang ditabukan menjadi tidak tabu lagi, hal yang sakral menjadi provan, hal yang serius dijadikan lelucon, hal yang tidak ada menjadi nyata, dan sebagainya,” ujarnya lirih.
Ia menambahkan adalah menjadi permasalahan serius ketika maraknya konten-konten YouTube dan media sosial mengunggah konten yang mengandung unsur kekerasan, pornografi, perjudian, dan hujatan kebencian, melibatkan anak-anak di bawah umur. Dan ia pun yakin, dengan era teknologi saat ini, anak-anak dapat dengan mudah mengakses konten-konten negatif tersebut.
“Sangat disayangkan, apapun motivasi dan tujuannya, kreatifitas pembuat konten, sadar atau tidak, mereka (pembuat konten) telah mengeksploitasi anak, menjerumuskan anak-anak dalam pergaulan yang tidak ramah dan mencederai psikologi dalam tumbuh kembang anak,” ujar Anie Asmoro.
Mantan anggota DPRD Bali ini menambahkan kreativitas semacam ini bertentangan dengan semangat perlindungan anak, prinsip-prinsip perlindungan anak, nilai budaya dan kearifan lokal, dan sudah tentu melanggar hukum terkait ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Maka dari itu, dalam konteks ini, juga dalam momentum hari anak nasional, KPPAD Provinsi Bali bersama KPID (Komisi Penyiaran Indonesia Daerah) Provinsi Bali, dan menggandeng Majelis Desa Adat (MDA) Bali, serta TP PKK Provinsi Bali, akan menggelar Focus Group Discussion (FGD) guna membahas perlindungan anak dalam perspektif konten di media sosial.
FGD tersebut rencananya akan dilangsungkan secara daring pada Senin (26/7/2021) dengan mengangkat tema ‘Sinergi Edukasi Perlindungan Anak dan Adat Budaya Bali dalam Perspektif Konten Youtube dan Media Sosial’.
Menurut Anie Asmoro, TP PKK penting untuk dilibatkan mengingat jaringan PKK sangat luas sampai ke desa-desa, sehingga diharapkan kampanye perlindungan anak akan sampai kepada masyarakat luas hingga unit terkecil keluarga.
Sementara itu selain beberapa lembaga tersebut, Anie Asmoro mengatakan tentu pihaknya juga mengundang perwakilan dari penggiat media sosial di Bali, dalam hal ini adalah pegiat medsos Puja Astawa. “Ya sebagai perwakilan (penggiat konten medsos), kami mengundang Puja Astawa,” pungkasnya. *adi
1
Komentar