Bentrokan di Monang Maning, Satu Tewas
Diduga Dipicu Masalah Penarikan Motor oleh Debt Collector
Kasatreskrim Polresta Denpasar, Kompol Mikael Hutabarat menegaskan peristiwa itu bukan bentrok antar ormas, tapi masalah pribadi antara debitur dan kreditur.
DENPASAR, NusaBali
Bentrokan melibatkan dua orang warga dengan sejumlah pentolan Mata Elang (kelompok debt collector) terjadi di Banjar Sanga Agung, Desa Tegal Arum, Monang Maning, Kecamatan Denpasar Barat, Jumat (23/7) pukul 15.00 Wita. Dalam bentrokan itu satu orang bernama Gede Budiarsana, 34, asal Banjar Dinas Kubuanyar, Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng tewas bersimbah darah di perempatan Jalan Patuha VI-Jalan Kalimutu dengan sejumlah luka tebasan pedang pada tubuhnya. Sementara satu orang lain yang merupakan teman Gede Budiarsana kritis.
Bentrokan maut itu berawal di markas Mata Elang pimpinan Beni di Jalan Gunung Patuha Gang VII Banjar Sanga Agung, Desa Tegal Arum, Monang Maning, Denpasar Barat arah utara lokasi TKP korban tewas ditebas. Diduga kalah jumlah saat bersitegang di markas pimpinan Mata Elang itu, Gede Budiarsana bersama seorang temannya yang belum diketahui identitasnya memilih kabur dengan cara berlari ke perempatan Jalan Patuha VI-Jalan Kalimutu. Namun keduanya dikejar oleh sekitar tujuh orang anggota Mata Elang dan diteriaki maling.
Informasi dihimpun di lapangan menyebutkan bentrokan maut itu diduga dipicu satu unit sepeda motor yang dikabarkan ditarik anggota Mata Elang pimpinan Beni. Saat tiba di markas Mata Elang itu Gede Budiarsana bersama temannya bertemu dengan seorang anggota Mata Elang bernama Joe. Setelah melakukan pembicaraan kedua korban cekcok mulut dan berujung pemukulan terhadap Joe. Sementara seorang lainnya melakukan pengerusakan di rumah tempat tinggal Beni yang juga sebagai markas kelompok Mata Elang.
Tak terima dengan perlakuan itu sejumlah anggota Mata Elang yang kebetulan saat itu sedang nongkrong melakukan perlawanan menggunakan pedang. Mendapat perlawanan sengit Gede Budiarsana bersama seorang temannya yang masih dirahasiakan identitasnya oleh aparat kepolisian memilih kabur.
Sejumlah anggota Mata Elang lalu melakukan pengejaran dengan bersenjata pedang. Apesnya saat tiba di perempatan Jalan Patuha VI-Jalan Kalimutu, Gede Budiarsana bersama temannya berhasil dikejar. Tanpa ba bi bu anggota Mata Elang yang mengejar mereka langsung melakukan penebasan. Sebelum menghembuskan napas terakhir di lokasi tubuh korban Gede Budiarsana sempat bergerak. Sayangnya tidak ada warga yang berani menolong.
Sementara seorang temannya kritis dan dilarikan ke RSUP Sanglah Denpasar. Usai menebas kedua korban, para pelaku memilih kembali ke markas mereka sebelum akhirnya 5 orang ditangkap polisi sekitar satu jam kemudian. Kelimanya kemudian dikeler ke Mapolsek Denpasar Barat untuk dilakukan pemeriksaan mendalam.
Sementara informasi lain menyebutkan korban Gede Budiarsana saat kejadian bersama kakaknya berinisial, DH yang juga mengalami luka akibat serangan sejumlah anggota kelompok Mata Elang. Menurut korban DH melalui kerabatnya, mereka awalnya dicegat di Kuta pada, Jumat siang saat melintas menggunakan motor Lexi oleh anggota Mata Elang. Anggota Mata Elang ini lalu menagih pembayaran motor yang disebutkan macet. Saat itu, DH yang boncengan bersama adiknya, Gede Budiarsana diajak menyelesaikan masalah ini di markas Mata Elang di Jalan Gunung Patuha, Denpasar.
DH dan adiknya lalu mengikuti anggota Mata Elang ini ke markasnya. Tiba di sana, DH dan adiknya sudah ditunggu beberapa orang anggota Mata Elang. Selanjutnya, terjadi adu mulut soal penarikan motor Lexi tersebut. “Kedua korban ini juga debt colector sehingga tahu aturan. Karena tidak ada penetapan pengadilan untuk penarikan, mereka menolak menyerahkan motor,” jelas kerabat korban yang dihubungi via telepon, Jumat sore kemarin.
Terjadilah adu mulut hingga berujung penyerangan yang dilakukan belasan anggota kelompok Mata Elang. Disebutkan, saat itu dua kakak beradik ini diserang menggunakan pedang dan batu. Keduanya dikejar hingga di simpang Jalan Subur-Jalan Kalimutu. Di sana, sang kakak, DH, berhasil kabur dengan menggunakan ojek online. Sementara adiknya, Gede Budiarsana yang berusaha naik pick up yang sedang berjalan berhasil ditebas membabi buta hingga tewas.
Dalam kejadian tersebut, Gede Budiarsana yang bekerja sebagai security di restoran ini mengalami luka tebas di leher dan tubuhnya. Bahkan lengannya patah saat mencoba menangkis pedang. Sementara kakaknya, DH mengalami luka di kepala. Seorang warga mengaku bernama Bambang Hadi ditemui di lokasi TKP korban tewas mengatakan tidak mengetahui secara persis kronologis kejadiannya. Dia hanya mengetahui sebelum terjadi penebasan, korban bersama seorang temannya dikejar sejumlah orang bersenjata pedang. Orang yang melakukan pengejaran meneriaki kedua korban maling.
"Mereka datang dari belakang (arah utara) di Jalan Gunung Patuha VI. Dua orang dikejar sekitar empat orang. Yang ngejar satu orang bawa pedang. Sementara yang lainnya tidak tahu. Dua orang yang dikejar itu diteriaki maling," ungkap Bambang.
Pada saat itu Bambang melihat korban Budiarsana mengalami luka tebas pada leher sebelah kiri, tangan kiri, dan tengkuk. Bahkan tangan kiri Gede Budiarsana katanya terlihat putus. "Semua orang itu saya tidak kenal. Saya tidak tahu bagaimana cerita awalnya. Saya tahunya korban sudah tergeletak di tengah jalan. keduanya dievakuasi BPBD Kota Denpasar," tutur Bambang.
Bentrokan berujung maut itu membuat warga sekitar lokasi khawatir. Warga ketakutan bila terjadi aksi balas dendam dan melakukan pengepungan terhadap markas mata elang tersebut. Kelian Adat Banjar Sanga Agung, Desa Tegal Arum, Gusti Nyoman Sukra juga mengaku demikian. Gusti Nyoman Sukra berharap aparat kepolisian bisa segera meredam peristiwa berdarah itu. Sehingga warga tidak resah. Selain itu polisi juga diharapkan untuk menegakkan hukum. Siapapun yang melanggar hukum harus dihukum.
Gusti Nyoman Sukra mengaku di rumah Beni yang merupakan bos debt collector sering terjadi keramaian. Bahkan tak jarang pentolan Mata Elang itu menutup jalan masuk dengan meja dan pesta miras. Sudah berkali-kali diingatkan namun tak digubris. Dari dulu di situ sering ramai. Bahkan warga di sini terganggu. Sudah sering diingatkan tapi tidak digubris. Yang punya rumah itu namanya Beni. Orang yang datang silih berganti ke rumah itu adalah anak buahnya yang rata-rata debt collector.
Pasca kejadian itu aparat Polsek Denpasar Barat, Polresta Denpasar, dan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali mendatangi lokasi kejadian. Sebanyak 5 orang anggota Mata Elang langsung dicokok. Mereka dibawa ke Mapolsek Denpasar Barat. Selain itu rumah milik Beni yang jadi markas Mata Elang juga dipasangi garis polisi.
Terlihat di lokasi kejadian Direktur Reskrimum Polda Bali Kombes Pol Djuhandani Rahardjo Puro, Kasat Reskrim Polresta Denpasar Kompol Mikael Hutabarat dan Kapolsek Denpasar Barat Kompol Doddy Monza.
Sayangnya mereka semua enggan berkomentar terkait peristiwa tersebut. Kompol Hutabarat hanya mengatakan masih melakukan penyelidikan. "Mohon maaf ya saya belum bisa kasih keterangan. Kami masih melakukan penyelidikan," tutur Kompol Hutabarat saat dicegat NusaBali di halaman rumah Beni yang sudah dipasangi garis polisi, kemarin sore.
Sementara itu kepada awak media yang mewawancarainya Kasatreskrim Polresta Denpasar, Kompol Mikael Hutabarat menegaskan peristiwa itu bukan bentrok antar Ormas. Dikatakannya, masalah itu terjadi adalah urusan pribadi. Masalah antara debitur dan kreditur.
Kompol Hutabarat pun mengajak masyarakat untuk tidak menilai masalah itu adalah perkelahian antara ormas. Apalagi disebut masalah orang Ambon dengan orang Bali. Dikatakannya, pelaku penebasan terhadap korban adalah orang Bali berinisial Wayan S.
Bentrokan maut itu berawal di markas Mata Elang pimpinan Beni di Jalan Gunung Patuha Gang VII Banjar Sanga Agung, Desa Tegal Arum, Monang Maning, Denpasar Barat arah utara lokasi TKP korban tewas ditebas. Diduga kalah jumlah saat bersitegang di markas pimpinan Mata Elang itu, Gede Budiarsana bersama seorang temannya yang belum diketahui identitasnya memilih kabur dengan cara berlari ke perempatan Jalan Patuha VI-Jalan Kalimutu. Namun keduanya dikejar oleh sekitar tujuh orang anggota Mata Elang dan diteriaki maling.
Informasi dihimpun di lapangan menyebutkan bentrokan maut itu diduga dipicu satu unit sepeda motor yang dikabarkan ditarik anggota Mata Elang pimpinan Beni. Saat tiba di markas Mata Elang itu Gede Budiarsana bersama temannya bertemu dengan seorang anggota Mata Elang bernama Joe. Setelah melakukan pembicaraan kedua korban cekcok mulut dan berujung pemukulan terhadap Joe. Sementara seorang lainnya melakukan pengerusakan di rumah tempat tinggal Beni yang juga sebagai markas kelompok Mata Elang.
Tak terima dengan perlakuan itu sejumlah anggota Mata Elang yang kebetulan saat itu sedang nongkrong melakukan perlawanan menggunakan pedang. Mendapat perlawanan sengit Gede Budiarsana bersama seorang temannya yang masih dirahasiakan identitasnya oleh aparat kepolisian memilih kabur.
Sejumlah anggota Mata Elang lalu melakukan pengejaran dengan bersenjata pedang. Apesnya saat tiba di perempatan Jalan Patuha VI-Jalan Kalimutu, Gede Budiarsana bersama temannya berhasil dikejar. Tanpa ba bi bu anggota Mata Elang yang mengejar mereka langsung melakukan penebasan. Sebelum menghembuskan napas terakhir di lokasi tubuh korban Gede Budiarsana sempat bergerak. Sayangnya tidak ada warga yang berani menolong.
Sementara seorang temannya kritis dan dilarikan ke RSUP Sanglah Denpasar. Usai menebas kedua korban, para pelaku memilih kembali ke markas mereka sebelum akhirnya 5 orang ditangkap polisi sekitar satu jam kemudian. Kelimanya kemudian dikeler ke Mapolsek Denpasar Barat untuk dilakukan pemeriksaan mendalam.
Sementara informasi lain menyebutkan korban Gede Budiarsana saat kejadian bersama kakaknya berinisial, DH yang juga mengalami luka akibat serangan sejumlah anggota kelompok Mata Elang. Menurut korban DH melalui kerabatnya, mereka awalnya dicegat di Kuta pada, Jumat siang saat melintas menggunakan motor Lexi oleh anggota Mata Elang. Anggota Mata Elang ini lalu menagih pembayaran motor yang disebutkan macet. Saat itu, DH yang boncengan bersama adiknya, Gede Budiarsana diajak menyelesaikan masalah ini di markas Mata Elang di Jalan Gunung Patuha, Denpasar.
DH dan adiknya lalu mengikuti anggota Mata Elang ini ke markasnya. Tiba di sana, DH dan adiknya sudah ditunggu beberapa orang anggota Mata Elang. Selanjutnya, terjadi adu mulut soal penarikan motor Lexi tersebut. “Kedua korban ini juga debt colector sehingga tahu aturan. Karena tidak ada penetapan pengadilan untuk penarikan, mereka menolak menyerahkan motor,” jelas kerabat korban yang dihubungi via telepon, Jumat sore kemarin.
Terjadilah adu mulut hingga berujung penyerangan yang dilakukan belasan anggota kelompok Mata Elang. Disebutkan, saat itu dua kakak beradik ini diserang menggunakan pedang dan batu. Keduanya dikejar hingga di simpang Jalan Subur-Jalan Kalimutu. Di sana, sang kakak, DH, berhasil kabur dengan menggunakan ojek online. Sementara adiknya, Gede Budiarsana yang berusaha naik pick up yang sedang berjalan berhasil ditebas membabi buta hingga tewas.
Dalam kejadian tersebut, Gede Budiarsana yang bekerja sebagai security di restoran ini mengalami luka tebas di leher dan tubuhnya. Bahkan lengannya patah saat mencoba menangkis pedang. Sementara kakaknya, DH mengalami luka di kepala. Seorang warga mengaku bernama Bambang Hadi ditemui di lokasi TKP korban tewas mengatakan tidak mengetahui secara persis kronologis kejadiannya. Dia hanya mengetahui sebelum terjadi penebasan, korban bersama seorang temannya dikejar sejumlah orang bersenjata pedang. Orang yang melakukan pengejaran meneriaki kedua korban maling.
"Mereka datang dari belakang (arah utara) di Jalan Gunung Patuha VI. Dua orang dikejar sekitar empat orang. Yang ngejar satu orang bawa pedang. Sementara yang lainnya tidak tahu. Dua orang yang dikejar itu diteriaki maling," ungkap Bambang.
Pada saat itu Bambang melihat korban Budiarsana mengalami luka tebas pada leher sebelah kiri, tangan kiri, dan tengkuk. Bahkan tangan kiri Gede Budiarsana katanya terlihat putus. "Semua orang itu saya tidak kenal. Saya tidak tahu bagaimana cerita awalnya. Saya tahunya korban sudah tergeletak di tengah jalan. keduanya dievakuasi BPBD Kota Denpasar," tutur Bambang.
Bentrokan berujung maut itu membuat warga sekitar lokasi khawatir. Warga ketakutan bila terjadi aksi balas dendam dan melakukan pengepungan terhadap markas mata elang tersebut. Kelian Adat Banjar Sanga Agung, Desa Tegal Arum, Gusti Nyoman Sukra juga mengaku demikian. Gusti Nyoman Sukra berharap aparat kepolisian bisa segera meredam peristiwa berdarah itu. Sehingga warga tidak resah. Selain itu polisi juga diharapkan untuk menegakkan hukum. Siapapun yang melanggar hukum harus dihukum.
Gusti Nyoman Sukra mengaku di rumah Beni yang merupakan bos debt collector sering terjadi keramaian. Bahkan tak jarang pentolan Mata Elang itu menutup jalan masuk dengan meja dan pesta miras. Sudah berkali-kali diingatkan namun tak digubris. Dari dulu di situ sering ramai. Bahkan warga di sini terganggu. Sudah sering diingatkan tapi tidak digubris. Yang punya rumah itu namanya Beni. Orang yang datang silih berganti ke rumah itu adalah anak buahnya yang rata-rata debt collector.
Pasca kejadian itu aparat Polsek Denpasar Barat, Polresta Denpasar, dan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali mendatangi lokasi kejadian. Sebanyak 5 orang anggota Mata Elang langsung dicokok. Mereka dibawa ke Mapolsek Denpasar Barat. Selain itu rumah milik Beni yang jadi markas Mata Elang juga dipasangi garis polisi.
Terlihat di lokasi kejadian Direktur Reskrimum Polda Bali Kombes Pol Djuhandani Rahardjo Puro, Kasat Reskrim Polresta Denpasar Kompol Mikael Hutabarat dan Kapolsek Denpasar Barat Kompol Doddy Monza.
Sayangnya mereka semua enggan berkomentar terkait peristiwa tersebut. Kompol Hutabarat hanya mengatakan masih melakukan penyelidikan. "Mohon maaf ya saya belum bisa kasih keterangan. Kami masih melakukan penyelidikan," tutur Kompol Hutabarat saat dicegat NusaBali di halaman rumah Beni yang sudah dipasangi garis polisi, kemarin sore.
Sementara itu kepada awak media yang mewawancarainya Kasatreskrim Polresta Denpasar, Kompol Mikael Hutabarat menegaskan peristiwa itu bukan bentrok antar Ormas. Dikatakannya, masalah itu terjadi adalah urusan pribadi. Masalah antara debitur dan kreditur.
Kompol Hutabarat pun mengajak masyarakat untuk tidak menilai masalah itu adalah perkelahian antara ormas. Apalagi disebut masalah orang Ambon dengan orang Bali. Dikatakannya, pelaku penebasan terhadap korban adalah orang Bali berinisial Wayan S.
"Pelaku utamanya adalah Wayan S. Dia sudah kami tangkap dan diamankan di kantor. Ini tidak ada hubungannya dengan Ormas. Ini murni masalah finance dengan debitur," tegas Kompol Hutabarat. Terkait detail kasus, Kompol Hutabarat enggan berkomentar banyak. Dia mengatakan saat ini masih banyak yang dilakukan. Intinya pelaku utamanya sudah kita amankan," tandasnya.
Sementara suasana duka masih terasa di rumah korban pembunuhan, Gede Budiarsana, 24 di Banjar Dinas Kubuanyar, Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, pada Jumat malam. Sejumlah kerabat dan keluarga korban mulai berdatangan ke rumah duka korban untuk mempersiapkan kedatangan dan upakara jenazah korban yang dijemput dari RSUP Sanglah.
Benny Wandana, keponakan korban masih tidak percaya jika mendiang Gede Budiarsana meninggal dengan cara mengenaskan. Menurutnya, korban adalah sosok pekerja keras yang kini menjadi tulang punggung keluarga. Terlebih, korban memiliki tiga orang anak yang kini menjadi tanggungannya. "Almarhum juga merupakan tulang punggung keluarga. Apalagi berasal dari keluarga kurang mampu," ujar Benny melalui sambungan telepon.
Dikatakan Benny, Ibu korban, Nyoman Srimini masih sangat shock atas musibah yang menimpa putranya ini. Pihak keluarga pun saat ini belum bisa memastikan kapan korban akan diupacarai. "Kami masih menunggu kedatangan jenazahnya. Pak Mekel (Perbekel) dan utusan keluarga juga sudah menyusul ke Denpasar untuk menjemput jenazahnya," ujar Benny singkat. Sedangkan Gede Tulis, Kelian Banjar Dinas Kubuanyar, Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, mengakui jika korban Gede Budiarsana merupakan warganya. Menurutnya, korban sudah lama bekerja di Kota Denpasar sebagai security di sebuah restoran. Beberapa bulan belakangan korban memboyong keluarganya pulang ke Kubutambahan setelah dirumahkan dan hanya sesekali ke Denpasar.
Kata Gede Tulis, pihaknya sudah mendatangi rumah duka korban di Banjar Dinas Kubuanyar. Hingga kemarin malam, jenazah korban belum dipulangkan ke rumah duka. Korban Gede Budiarsana meninggalkan seorang istri, Ni Made Hirayanti, 31 dan tiga orang anak berusia 13 tahun, 8 tahun dan 5 tahun. *pol, rez, mz
TONTON JUGA:
Sehari Jelang Berlakunya SE Gubernur, 20 Penerbangan Menuju Bandara I Gusti Ngurah Rai Dibatalkan
1
Komentar