Dinas Pendidikan Rancang Pola Hybrid Learning di Bali
Berlaku untuk Siswa SD, SMP, SMA/SMK
DENPASAR, NusaBali
Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Bali merancang sistem pembelajaran pola Hybrid Learning untuk dunia pendidikan ke depan, menyusul terjadinya pandemi Covid-19. Pola Hybrid Learning adalah penyatuan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan pembelajaran tatap muka (PTM).
Kadisdikpora Provinsi Bali, I Ketut Ngurah Boy Jayawibawa, mengatakan pola Hybrid Learning yang dirancang ini sudah dibahas dalam rapat dengan Gubernur Bali, Wayan Koster, di Rumah Jabatan Gubernur, Komplek Jaya Sabha Denpasar, Kamis (29/7) sore. "Pola Hybrid Learning ini adalah kolaborasi pola online dan offline. Konsepnya sudah dirancang hari ini (kemarin), sedang dimatangkan ber-sama Kelompok Ahli Gubernur," ujar Ngurah Boy saat dihubungi NusaBali seusai rapat di Jaya Sabha Denpasar, kemarin sore.
Menurut Ngurah Boy, pilihan belajar secara hybird ini untuk seluruh level, mulai jenjang SD, SMP, hingga SMA/SMK. Saat ini, pola belajar secara online sudah terbiasa bagi siswa sekolah di Bali.
"Kalau pola Hybrid Learning ini dilaksanakan, tidak ada masalah. Walaupun nanti sudah normal situasinya atau pandemi Covid-19 telah berlalu, pola ini tetap bisa diterapkan dan sangat relevan. Karena sudah terbukti pola online bisa jalan dengan baik," tegas mantan Sekretaris Inspektorat Provinsi Bali ini.
Ngurah Boy menegaskan, dalam rancangan sementara, belajar dengan pola Hybrid Learning akan diatur pada setiap jenjang. Untuk SMA/SMK yang berada di bawah pengelolaan Pemprov Bali, akan diatur sedemikian rupa. Kalau untuk SD dan SMP, nanti diatur pemerintah kabupaten/kota.
Untuk level SMA/SMK yang berada di bawah kendali Pemprov Bali, kata Ngurah Boy, akan dilaksanakan pola tatap muka dengan prosentase dari total jumlah siswa di setiap rombongan belajar (Rombel). Pembelajaran jarak jauh dan tatap muka ini juga tergantung dengan mata pelajarannya. Misalnya, pada mata pelajaran tertentu seperti Matematika, Kimia, Fisika, Biologi, bisa sampai 70 persen tatap muka, sisanya 30 persen pembelajaran jarak jauh.
"Matematika, Fisika, Kimia, Biologi kan memerlukan diskusi banyak. Sementara mata pelajaran lainnya seperti Sejarah, Bahasa Bali, dan Agama bisa dilaksanakan dengan jarak jauh atau online hingga 80 persen. Sisanya, 20 pesren dengan tatap muka atau offline. Karena kan kebanyakan membaca," katanya.
Persiapan untuk pola belajar hybrid ini, kata Ngurah Boy, juga dikaji mendalam dari sisi kesehatan. "Untuk yang offline dan online dihitung betul. Dari sisi regulasi dan protokol kesehatan, mencegah penularan Covid-19, termasuk juga mengenjot vaksinasi untuk anak sekolah umur 12-18 tahun," terang birokrat asal Desa Kalianget, Kecamatan Seririt, Buleleng ini.
Sementara itu, rancangan belajar ola Hybrid Learning ini mendapat dukungan dari Ketua Komisi IV DPRD Bali (yang membidangi pendidikan), I Gusti Putu Budiarta alias Gung De. "Kami memberikan dukungan pola kolaborasi belajar tatap muka dan jarak jauh ini. Saya dengar Gubernur Pak Wayan Koster sudah mengkaji," ujar Gung De saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Denpasar, tadi malam.
Menurut Gung De, pola Hybrid Learning ini diatur dengan mengedepankan kesehatan di masa pandemi Covid-19, namun tetap juga menjaga kualitas pendidikan. "Jadi, sama-sama jalan, namun kan keselamatan dan kesehatan anak-anak kita tetap menjadi hal utama," tegas politisi senior PDIP asal Kelurahan Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan ini.
Sedangkan Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, I Ketut Juliarta, meminta pemerintah supaya memperbanyak prosentase pembelajaran tatap muka ketimbang jarak jauh. Masalahnya, untuk fasilitas dan sarana belajar secara online saat ini tidak semua orangtua siswa bisa memenuhinya. "Masih banyak siswa yang berada di daerah pedesaan dan belum tersentuh fasilitas internet. Ini harus dikaji," jelas Juliarta.
Menurut Juliarta, belajar tatap muka sangat penting untuk anak-anak SD dan SMP. "Orangtua itu menyerahkan anaknya di sekolah untuk dididik secara akademik dan juga untuk budi pekerti. Belajar tatap muka penting, karena siswa juga akan dapat bimbingan budi pekerti dari seorang guru secara langsung. Kemudian, anak-anak harus mengenal lingkungan sekolah dan teman-temannya. Pendidikan langsung seorang guru dan mengenal lingkungan sekolah itu jangan dianggap remeh," kata Politisi muda asal Banjar Nyamping, Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Klungkung ini.
Juliarta menyebutkan, saat ini banyak orangtua siswa stres karena belajar online di tengah pandemi Covid-19. "Orangtua siswa yang harus bekerja, pasti keberatan dengan pola online. Okelah kalau masa pandemi Covid-19 tidak masalah. Kalau sudah kondisi normal, supaya dipertimbangkan untuk belajar tatap muka 100 persen," pintanya. 7 nat
Komentar