Cabai dan Bawang Picu Inflasi Buleleng
Pembukaan lahan cabai dan bawang dan kemudahan perizinan rumah kost dan kontrakan diharapkan bisa membendung inflasi.
SINGARAJA, NusaBali
Perkembangan perekonomian Buleleng pada tahun 2016 lalu menunjukkan peningkatan dan penurunan yang sangat signifikan. Akibatnya hingga akhir Desember 2016 lalu, inflasi Buleleng menunjukkan angka 4,49 persen, yang jauh meningkat dari tahun 2015 lalu dengan inflasi 2,97 persen. Kenaikan inflasi itu dikatakan dipengaruhi besar oleh kenaikan harga bawang dan cabai belakangan ini.
Sesuai data Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Buleleng, meski mengalami inflasi tinggi, Buleleng juga sempat mengalami deflasi sebanyak tiga kali sepanjang tahun 2016 lalu, yakni pada bulan Februari dengan deflasi 0,28 persen, April 0,06 persen dan Oktober 0,32 persen. Sedangkan inflasi tertinggi terjadi pada bulan Januari yang mencapai 1,03 persen, disusul bulan Juli sebersar 0,88 persen dan bulan Maret 0,81 persen.
Staf Kesekretariatan TPID Buleleng Wayan Darmida yang ditemui di ruang kerjanya, Kamis (5/1) siang kemarin mengatakan bahwa kenaikan inflasi Buleleng selama setahun terakhir rata-rata dipengaruhi oleh faktor sandang. Yang dalam perjalanannya banyak sandang mengalami peningkatan harga, terutama pada bawang merah dan cabai rawit.
“Kenaikan harga bawang dan cabai ini yang tidak bisa kita bendung, karena cuaca ekstrim dan waktu panen yang tidak tepat. Sebagian lahan kemarin juga sempat terserang banjir bandang,” ujar dia.
Padahal sejak awal tahun lalu, tim TPID Buleleng, sudah menyiapkan upaya mencegahan lonjakan harga yang tinggi pada dua komoditas itu. Salah satunya dengan mengembangkan lahan pertanian bawang dan cabai baru di wilayah Gerokgak dan Kecamatan Sawan. Namun pembukaan lahan baru dan pembinaan petani bawang dan cabai, belum berhasil mengatasi peningkatan harga yang kian meroket.
Upaya lain diungkapkan Darmida untuk menekan inflasi di Buleleng juga dengan menggelar pasar murah di setiap hari-hari besar keagamaan dan libur nasional yang sering memicu inflasi. Bahkan pengecekan barang dan harga ke gudang makanan dan sembako, juga sudah rutin dilakukan untuk mengantisipasi kecurangan penyetokan barang sehingga menjadi langka, dan memicu kenaikan harga.
Dari situasi tersebut, di tahun 2017 ini timnya juga telah menyusun sejumlah program kerja. Ada beberapa program baru yang dirancang untuk menekan inflasi di tahun ini. seperti pelaksanaan pasar murah dengan intensitas yang lebih tinggi. “Akan dilakukan rutin tiga bulan sekali, walaupun tidak ada hari-hari besar,” imbuh dia.
Selain juga memberi kemudahan bagi pengembang rumah kost dan kontrakan dalam hal pengurusan izin, yang selama ini juga menyumbang angka cukup tinggi terhadap inflasi Buleleng. *k23
Perkembangan perekonomian Buleleng pada tahun 2016 lalu menunjukkan peningkatan dan penurunan yang sangat signifikan. Akibatnya hingga akhir Desember 2016 lalu, inflasi Buleleng menunjukkan angka 4,49 persen, yang jauh meningkat dari tahun 2015 lalu dengan inflasi 2,97 persen. Kenaikan inflasi itu dikatakan dipengaruhi besar oleh kenaikan harga bawang dan cabai belakangan ini.
Sesuai data Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Buleleng, meski mengalami inflasi tinggi, Buleleng juga sempat mengalami deflasi sebanyak tiga kali sepanjang tahun 2016 lalu, yakni pada bulan Februari dengan deflasi 0,28 persen, April 0,06 persen dan Oktober 0,32 persen. Sedangkan inflasi tertinggi terjadi pada bulan Januari yang mencapai 1,03 persen, disusul bulan Juli sebersar 0,88 persen dan bulan Maret 0,81 persen.
Staf Kesekretariatan TPID Buleleng Wayan Darmida yang ditemui di ruang kerjanya, Kamis (5/1) siang kemarin mengatakan bahwa kenaikan inflasi Buleleng selama setahun terakhir rata-rata dipengaruhi oleh faktor sandang. Yang dalam perjalanannya banyak sandang mengalami peningkatan harga, terutama pada bawang merah dan cabai rawit.
“Kenaikan harga bawang dan cabai ini yang tidak bisa kita bendung, karena cuaca ekstrim dan waktu panen yang tidak tepat. Sebagian lahan kemarin juga sempat terserang banjir bandang,” ujar dia.
Padahal sejak awal tahun lalu, tim TPID Buleleng, sudah menyiapkan upaya mencegahan lonjakan harga yang tinggi pada dua komoditas itu. Salah satunya dengan mengembangkan lahan pertanian bawang dan cabai baru di wilayah Gerokgak dan Kecamatan Sawan. Namun pembukaan lahan baru dan pembinaan petani bawang dan cabai, belum berhasil mengatasi peningkatan harga yang kian meroket.
Upaya lain diungkapkan Darmida untuk menekan inflasi di Buleleng juga dengan menggelar pasar murah di setiap hari-hari besar keagamaan dan libur nasional yang sering memicu inflasi. Bahkan pengecekan barang dan harga ke gudang makanan dan sembako, juga sudah rutin dilakukan untuk mengantisipasi kecurangan penyetokan barang sehingga menjadi langka, dan memicu kenaikan harga.
Dari situasi tersebut, di tahun 2017 ini timnya juga telah menyusun sejumlah program kerja. Ada beberapa program baru yang dirancang untuk menekan inflasi di tahun ini. seperti pelaksanaan pasar murah dengan intensitas yang lebih tinggi. “Akan dilakukan rutin tiga bulan sekali, walaupun tidak ada hari-hari besar,” imbuh dia.
Selain juga memberi kemudahan bagi pengembang rumah kost dan kontrakan dalam hal pengurusan izin, yang selama ini juga menyumbang angka cukup tinggi terhadap inflasi Buleleng. *k23
Komentar