Harga Salak Madu di Tabanan Anjlok
Pandemi, Pemasaran Online Tak Manjur
TABANAN, NusaBali
Harga salak madu di tingkat petani di Kabupaten Tabanan, anjlok. Saat ini, harga salak ini menyentuh Rp 5.000/kg, dari harga sebelumnya, Rp 18.000/kg.
Penyebabnya, daya beli terus melemah karena pandemi. Seriring itu, pemasaran buah salak secara online yang dilakukan petani saat musim panen tahun 2020, kini tak lagi manjur. Salah seorang petani salak madu di Banjar Kebon Jero, Desa Munduk Temu, Kecamatan Pupuan, Tabanan, Ketut Suardika mengungkapkan mulai pertengahan Juli 2021, salak madu mulai musim panen. Hanya saja jumlah panennya tak semelimpah sebelumnya. ‘’Istilahnya panen gadu,” jelasnya, Minggu (1/8).
Jelas dia, lama musim panen ini tergantung iklim. Jika ada hujan, bisa jadi musim panen salak madu ini menjadi lebih panjang. Tapi jika tetap seperti ini (kemarau), kemungkinan musim panen hanya sampai Agustus 2021. ‘’Baru kemudian pada Desember 2022 akan memasuki musim panen raya,’’ ujarnya.
Dikatakan, meski hasil panen salak ini tidak sebanyak panen raya, kondisi itu sudah berdampak pada harga jual sekarang. Saat ini, harga salak madu yang normalnya pada musim panen ini bisa bertahan minimal di kisaran Rp 18.000/kg. Namun kini harganya turun menyentuh Rp 5.000/kg. Harga termahal hanya Rp 10.000/kg. "Penyebabnya karena serapan oleh pasar yang terus menurun. Ini karena dampak pandemi Covid-19," jelasnya.
Suardika menambahkan, produksi salak madu pada panen gadu di Desa Munduk Temu cukup tinggi, bisa mencapai di atas 10 ton/hektare. Namun harga jual yang anjlok membuat petani tidak bisa berbuat banyak. ‘’Palingan kami hanya fokus merawat tanaman, dan berharap volume produksi tanaman akan semakin meningkat pada masa panen raya nanti," katanya.
Dia menyebutkan, pada musim panen tahun 2020, di tengah pandemi Covid-19, para petani sempat berinisiatif memasarkan salak madu melalui media sosial. Namun kini, cara pemasaran tersebut tidak banyak membantu. Karena daya beli konsumen sudah jauh menurun, terlebih lagi adanya penyekatan untuk membatasi kegiatan masyarakat di tengah pemberlakukan PPKM ini.
Dirinya khawatiran, jika memasarkan produk antarpulau sata sedang ada penyekatan, tentu akan berpotensi menurunkan kualitas buah. ‘’Karena waktu pendistribusian akan berlangsung lebih lama,” tegas Suardika.7des
Komentar