Mengintip Kesakralan Kuburan Ari-Ari di Desa Bayunggede Kintamani
Ari-ari harus dibawa ke kuburan ketika subuh atau saat beranjak petang. Sangat pantang jika menggantung ari-ari saat matahari masih bersinar.
5. Kayu Bakar untuk Bayi Pria, Sayur untuk Bayi Perempuan
Ada lagi yang tidak boleh dilewatkan ketika hendak pulang ke rumah setelah menggantung ari-ari, yaitu membawa buah tangan. Para ayah wajib membawakan kayu bakar yang dipungut di areal kuburan jika si bayi berjenis kelamin pria dan sebaliknya, jika bayi berjenis kelamin perempuan, sang ayah wajib membawa tumbuhan (paku) yang bisa dijadikan sayur untuk dibawa pulang. Sesampainya di rumah, sang ayah harus menyampaikan apa saja yang dibawa pada bayinya.
Diyakini barang-barang tersebut sebagai symbol kekuatan dan kecerdasan dalam mengolah hidup oleh sang bayi kelak.
BACA JUGA : Penari, Penabuh, Pangibing Karauhan
6. Rahasia Agar Ari-Ari Tidak Bau Amis
Pohon yang digunakan menggantung ari-ari bukanlah sembarang pohon, melainkan pohon yang khasiatnya sejenis dengan Pohon Taru Menyan di Desa Terunyan, Kintamani. Digantung di Pohon Bukak, ari-ari tidak sedikit pun menguarkan bau amis. Dinamai Pohon Bukak karena ketika masak, buahnya akan terbuka dan terbelah menjadi dua.
Pohon Bukak juga melambangkan alat vital perempuan yang diyakini sebagai ibu saudara bayi yang akan mengasuhnya secara magis. Dari simbolisasi ini, Pohon Bukak dimaknai sebagai manusia yang akan menjaga saudara bayi (ari-ari) dari berbagai macam gangguan gaib.
Demikianlah 6 hal yang pastinya akan menambah wawasan kalian tentang tradisi menggantung ari-ari di Desa Bayunggede. Jika kalian masih penasaran, lokasi ini bisa dikunjungi dengan menempuh jarak 30 kilometer dari Kota Denpasar, sekitar 1,5 jam perjalanan melalui Desa Payangan, Gianyar. Lokasi ini juga cukup dekat dengan tempat wisata Penelokan Kintamani. *ph
1
2
Komentar