IMF-WBG Annual Meetings 2018: Katalis Pertumbuhan bagi “Adik Bali”
Dipercayanya Indonesia untuk menjadi tuan rumah Pertemuan Tahunan International Monetary Found dan World Bank (IMF-WBG Annual Meetings) pada 12-14 Oktober 2018 di Nusa Dua, Bali akan membuat seluruh mata dunia tertuju ke tanah air.
Penulis : Dewa Made Cakrabuana Aristokra
Bagaimana tidak. Selain dihadiri oleh seluruh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari 189 negara anggota IMF-WBG, pertemuan tahunan ini juga akan dihadiri 3.500-5.000 investor di industri keuangan yang siap berinvestasi, 500 CSO, lembaga internasional, LSM, anggota parlemen, akademisi, media, hingga observer dengan total peserta sebanyak 12.500 hingga 15.000 orang. Sebagai tuan rumah, tentu Indonesia mendapat banyak manfaat, mulai dari sektor investasi, perdagangan, transportasi hingga pariwisata. Terlebih Bali sebagai tempat kegiatan dilangsungkan.
Tentu, tak hanya Pulau Dewata yang merasakan keuntungannya.
Pada perhelatan ekonomi terbesar di dunia tahun 2018 ini, Indonesia memberi warna baru. Selain Bali, ada enam kawasan yang ditawarkan sebagai paket wisata, dikemas dalam Voyage to Indonesia. Program ini merupakan rangkaian kegiatan yang mempomosikan kekayaan budaya, keindahan alam, serta ketahanan ekonomi Indonesia, menuju pelaksanaan IMF-WBG Annual Meetings 2018. Enam destinasi yang ditawarkan antara lain Nusa Tenggara Barat, Toraja, Danau Toba, Banyuwangi, Borobudur dan Labuan Bajo di Flores, Nusa Tenggara Timur.
Tentu persiapan fasilitas penunjang untuk perhelatan ini sedang gencar. Sisi positifnya, perbaikan itu menyentuh langsung masyarakat setempat. Salah satu daerah paling merasakan keuntungannya adalah Labuan Bajo, daerah cantik yang baru saja berkembang.
Selama dua tahun belakangan, masyarakat Labuan Bajo menjadi saksi perbaikan di daerahnya. Apalagi sejak komodo dinobatkan sebagai New 7 Wonders dan Labuan Bajo dicanangkan sebagai the next Bali oleh pemerintah.
Menjadi “Bali”, Perlu Katalis
Pernahkah Anda mendengar istilah “katalis”? Sederhananya, katalis adalah zat yang memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat dan menghabiskan energi lebih efisien. Bayangkan, mendapatkan output lebih cepat dengan sumber daya lebih hemat.
Contohnya, sel bahan bakar yang digunakan sebagai katalis oleh NASA. Sel ini menyatukan partikel hidrogen dan oksigen demi menghasilkan air. Misi luar angkasa bisa lebih efisien: astronot tak perlu repot membawa air dari bumi untuk memenuhi seluruh kebutuhannya selama di luar angkasa. Daur ulang saja.
Tak kalah, nenek moyang kita malah akrab dengan katalis sejak jaman kerajaan. Mereka membuat tape dari bahan singkong atau ketan dengan membubuhkan ragi (sejenis jamur). Tradisi kimia itu langgeng hingga kini. Berkat ragi, singkong pun berubah menjadi tape lezat dalam waktu singkat.
Itu dua contoh katalis, dari yang secanggih NASA sampai sesederhana tape singkong. Namun, bicara katalis tak melulu tentang sebuah zat kimia. Ia bisa jadi apa saja, asal mengakselerasi perubahan menjadi lebih cepat. Nah, bagi Labuan Bajo – destinasi wisata yang baru belajar mekar - kegiatan IMF-WBG Annual Meetings 2018 adalah sebuah katalis.
Memangnya, sebuah perhelatan memiliki dampak begitu?
Mari kita amati contoh yang telah bertebaran. Misalnya, pasar malam tiap Galungan di Desa Pergung, Jembrana. Pedagang setempat senang punya lokasi berjualan yang ramai. Muda-mudi sekitar girang, punya alasan keluar malam sambil jajan. Uang beredar, roda ekonomi pun berputar.
Contoh lainnya Pesta Kesenian Bali, Sanur Village Festival, Banyuwangi Ethno Carnival, dan masih banyak lagi.
Mengapa tiap daerah begitu berlomba-lomba, sampai festival kini bak cendawan di musim penghujan? Mungkin mereka sadar, bahwa gelaran yang dikemas secara apik adalah sebuah katalis. Suatu cara yang bisa mendorong banyak sisi tumbuh lebih cepat. Bahkan bukan sekadar tumbuh: melompat!
Apalagi yang berskala internasional.
Raja Salman yang berlibur bersama seribu lima ratus lebih rombongannya dapat terakomodasi dengan mudah di Bali. Kawasan Nusa Dua gampang saja menjadi host pada rangkaian KTT Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC) tahun 2013 yang dihadiri 21 kepala negara plus rombongannya. Barrack Obama, Presiden ke 44 Amerika Serikat juga menjadikan Bali sebagai tempatnya menghabiskan liburan bersama keluarga pertengahan 2017 kemarin.
Bisa dikatakan Bali beruntung. Namun, bagaimana dengan daerah di luar Bali yang belum memiliki fasilitas penunjang sekelas Pulau Dewata? Labuan Bajo, misalnya. Akankah mereka tidak pernah dipilih menjadi tempat penyelenggaraan kegiatan skala internasional, dengan dalih klasik: tiadanya fasilitas pendukungnya?
Dibanding Bali, Labuan Bajo adalah adik kecil. Tentu Bajo tak sendirian, bagi seluruh destinasi wisata di Indonesia, Bali adalah kakak yang (terlanjur) telah matang dan mapan. Bali dapat ditunjuk menjadi tuan rumah perhelatan internasional tanpa perlu pikir panjang. Sumber daya dan fasilitas telah tersedia, tak perlu repot-repot menyiapkan.
Pemerintah tentu ingin “Bali-Bali lain” juga bermunculan. Bukan sebagai kompetisi, namun sebagai kolaborasi. Agar pilar perekonomian Indonesia makin kokoh, dan pertumbuhan ekonomi makin merata. Namun, yah, itu membutuhkan waktu serta sumber daya yang tidak sedikit.
Karena itulah, banyak yang memandang IMF-WBG Annual Meeting 2018 sebagai momentum sekaligus katalis untuk kemajuan berbagai kawasan di Indonesia.
Komentar